Visitor Counter

Pages

Pengikut

Senin, 18 Juli 2016

Sajak Patah Hati

Oh, Allah..
11 Juli.
Saat Kau berikan keberanian pada hatiku untuk ungkapkan segalanya, meski hanya melalui status di sosial media.
Saat itu juga takdir-Mu mempertemukannya dengan sosok akhwat yang membuatnya menemukan kecocokan.
15 Juli.
Saat kuselesaikan bagian akhir dari seluruh ungkapan rasaku.
Seketika kudapatkan sebuah jawaban, meski hanya sebentuk siratan.
16 Juli.
Keesokan hari setelah jawaban tersirat itu, kudapatkan kejelasan, meski hanya melalui seorang teman.
Saat itu takdir-Mu jualah yang mengantarkannya bertemu orangtua sang pujaan hatinya.
Lalu, apa kabar hatiku?
Tentu jauh dari kata baik.
Jika digambarkan, mungkin sudah seperti daun kering yang tertiup angin.
Patah.
Lepas dari tangkainya.
Jatuh entah kemana.
Hilang.
Kucoba memahami takdir yang Kau gariskan.
Berdamai dengan keadaan.
Tapi air mata tetap tak tertahan.
Jatuh berguguran.
Kala itu, tak ada lagi tempat mengadu, selain kepada-Mu.
Kusampaikan segala kekecewaanku, segala keluh kesahku.
Kuingin Engkau mendekapku dengan seluruh rahmat-Mu.
Dan bersama waktu yang berlalu, kuingin Kau leburkan segala rasa dan asa tentangnya.
Kuingin Kau membantuku mengikhlaskan segalanya, menerima ketetapan-Mu dengan lapang dada.
Dan aku pun berdo'a, agar segera Kau datangkan gantinya.
Seperti yang dikatakannya, yang sama, atau lebih baik darinya.
Tak lupa kumintakan padamu, agar ia selalu bahagia dengan jodoh terbaiknya.
Allahku..

The Unforgetable Papuma

Proposal Cintaku
Kepada: Allah SWT
Hal: Permohonan Jodoh Dunia Akhirat

Maha Suci Allah.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.
Tiada Tuhan selain Allah.
Allah Maha Besar.
Kutulis proposal ini sebagai bentuk kesungguhanku dan usahaku agar Engkau yakin bahwa hamba-Mu ini telah siap dan sangat merindukan hadirnya.
Allah, sesungguhnya hasrat ini telah terbersit dalam hati sebelum memasuki usia 21 tahun.
Kala itu, banyak target yang ingin kucapai di usia 21, salah satunya menikah.
Banyak hal yang memotivasi sehingga timbul keinginan itu di usia yang masih terbilang muda.
Teman-teman sepergaulan, seminar-seminar yang kuikuti, buku-buku yang kubaca, dan film-film yang kutonton.
Tapi target itu bukan prioritas, tidak menggebu atau ngoyo, sehingga Kau pun tak mengijabahnya.
Ya, Engkau tahu waktu terbaik untuk mengabulkan segala pinta.
Berlalunya 21 tahun tanpa memberi tanda check di target itu, seperti sebuah dorongan untuk berusaha dan berdoa lebih.
Saat itu, kau hadirkan orang-orang hebat yang membuat hati tertambat.
Seketika aku seperti pengamat.
Kucari tahu seperti apa sosok yang kusuka itu.
Kubaikkan diri sebagai bentuk usaha agar pantas bersanding dengannya.
Kusebut namanya dalam do'a, berharap segera Kau gerakkan hatinya.
Dan sungguh Engkau Maha Mendengar do'a-do'a.
Kau jawab do'aku dengan menunjukkan segala sifat buruknya, Kau jauhkanku darinya.
Hilang sudah segala rasa dan asa tentangnya.
Lagi-lagi belum saatnya.

Menjelang 22 tahun, menikah tetap ada pada target, namun kini menjadi prioritas.
Kuluruskan kembali niatku, bahwa menikah adalah semata-mata bentuk penghambaan.
Mengikuti sunnah Sang Nabi Agung.
Menyempurnakan separuh diin.
Menghindarkan diri dari jerat ma'shiyat.
Juga menghilangkan rasa galau (red: menentramkan). Hehe
Bersama-sama saling mengingatkan tentang-Mu, Allah.
Karena jika sendiri, hati ini seringkali rapuh, iman pun naik dan turun.
Dan kuminta pada-Mu untuk menghadirkan seseorang yang lebih baik darinya.
Seseorang yang bukan hanya shalih, namun juga menshalihkan.
Bersamanya memberikan ketentraman.
Namun kali ini, tak spesifik seperti sebelumnya.
Belum ada sosok seperti yang kupinta dalam do'a.
Terserah Engkau saja, Allahku.
Dan lagi-lagi Kau buktikan bahwa Kau Maha Mendengar do'a.
Dalam kekosongan hatiku akan harapan tentang seseorang, Kau terjemahkan do'aku dalam sosok seseorang pemuda Shalih.
Pemuda yang pernah kutemui tapi tak kukenal sebelumnya.
Kau pertemukan kami yang bagiku saat itu adalah bagian dari kebetulan. Meski bagi-Mu tak ada setetes embun pun yang jatuh dengan kebetulan.
Pertemuan yang singkat, namun dampaknya membuatku tak henti menyebut namanya dalam do'a.
Diakah orangnya?

Sejak saat itu, semakin hari hati menjadi tak karuan menantikan jawabanmu, Allahku.
Kau tunjukkan kebaikan-kebaikannya.
Tak sedikitpun cela.
Kau uji perasaanku dengan harapan-harapan besar tentangnya.
Semakin hari semakin besar.
Seluruh hatiku seakan penuh akan harapan itu.
Tapi ia masih merupakan sosok yang semu.
Gejolak hatiku bertanya,
"Bagaimana mungkin mengharapkan seseorang yang bahkan bertegur sapa dan berbicara dengannya saja tak pernah.
Bagaimana mungkin dia tahu kau sedang menaruh harap padanya."
Oh, Allah, yang kuyakini hanya satu, tak ada yang mustahil bagi-Mu.
Do'a adalah senjata bagi mereka yang yakin atas-Mu.
Aku merasa hanya perlu menunggu hingga Kau menjawab doaku.
Lalu, Kau uji lagi hatiku dengan hadirnya orang-orang yang datang menginginkanku.
Orang-orang yang membawa kepastian hubungan di masa depan.
Apa yang harus kulakukan, sedangkan hatiku telah penuh tak bercelah.
Aku tak ingin kecewakan siapapun.
Termasuk mereka yang berniat tulus.
Saat itu, kubersimpuh dalam sujud, memohon petunjuk dari-Mu.
Kurenungkan kembali tentang tujuanku dalam pernikahan.
Yang terpenting adalah rasa tentram.
Tapi setelah sujud panjang itu, memikirkan mereka yang datang justru membuatku semakin gelisah.
Dengan memohon ridha-Mu, kukatakan dengan jujur, apa yang sedang hati ini rasakan.
Pada orangtuaku, dan pada mereka yang menginginkanku.
Sangat takut melukai, karena selembut apapun bahasanya, penolakan tetap saja adalah sebuah tamparan.
Ya, mereka kecewa, karena alasan yang jauh dari kejelasan.
Bagaimana lagi, aku tak bisa teruskan.
Maafkan atas segala keegoisan.

Kulanjutkan hidupku, yang setiap harinya masih dipenuhi dengan harapan-harapan itu.
Tak kuat menyimpannya sendiri, kubagi kisah ini dengan teman yang bisa dipercayai.
Banyak nasihat baik mereka.
Salah satunya kejujuran dan keterusterangan pada ia yang didamba.
Mereka kirimkan kata-kata mutiara, juga kisah-kisah hikmah.
Salah satunya kisah ibunda Khadijah, istri yang paling dicintai baginda Rasulullah.
Tentang kejujuran beliau atas perasaannya pada Sang Rasul.
Bahkan Khadijahlah yang meminang Rasulullah.
Oh, Allah..
Lalu bagaimana mungkin, menyamakan diri ini dengan istri yang paling dicintai Rasulullah?
Sungguh beliau wanita yang hebat, dengan segala kelebihannya.
Dan aku?
Tidak.
Apa yang bisa kubanggakan dari diriku?
Rasa malu dan takut seketika menyergapku.
Bagaimana jika kukatakan rasaku, tanggapannya akan buruk dan merusak hubungan kami, walau itu hanya hubungan perkenalan saja?
Bagaimana jika nantinya kami bertemu kembali, aku tak akan sanggup menatap wajahnya, apalagi menyapa dan berbincang dengannya?
Tidak.
Aku akan tetap menyimpannya dan mengusahakannya dalam do'a.
Terserah dia akan mengetahuinya, atau selamanya hanya menjadi rahasia.

Kunikmati waktu yang berlalu.
Masih dengan harapan itu.
Sampai pada saat dimana banyak kawan dan handai taulan mencecarku dengan pertanyaan-pertanyaan tentang hadirnya seorang pasangan.
"Kapan menikah?"
"Siapa calonnya?"
"Tinggal dimana?"
"Sudah ada yang ditunggu?"
"Sampai kapan menunggu?"
Sulit memberikan jawaban.
Hatiku masih saja tertahan.
"Buka hati!", itulah yang banyak orang sarankan.
Aku sudah membukanya.
Tapi tetap saja belum ada yang membuatku menerima.
"Cari yang bagaimana?"
Meyakini nasihat-nasihat yang kubaca, seseorang yang baik dilihat dari bagaimana ia menjalani hubungannya dengan 4 hal:
Tuhannya
Orangtuanya
Teman pergaulannya, dan
Anak-anak
Dan itu semua ada padanya.
Tapi lagi-lagi aku tak bisa mengatakannya.
Seorang teman memberi motivasi untuk segera mengungkapnya.
Ia bilang, setidaknya aku akan lega karena telah mengetahui apa yang ia rasa.
Apapun jawabannya.
Katanya, aku sudah terlalu lama menyimpannya, sedang setiap masa memiliki batas.
Ya, aku setuju.
Sampai kapan lagi harus menunggu.
Akan kubuat semuanya jelas.

Mengatakan memang lebih mudah dibanding melakukan.
Berulang-ulang kupikirkan kembali tentang langkah yang kutempuh.
Allah, benarkah yang kulakukan ini?
Apa sebaiknya kuhapus dan kuurungkan saja niat ini?
Sesak memikirkannya.
Tapi sudah terlanjur jauh melangkah.
Sudah hampir sampai di bagian akhirnya.
Bismillah..
Atas izin-Mu, Allah, kulanjutkan yang sudah terlanjur kuniatkan.

Akhirnya, Proposal Cintaku ini, mulai dari bagian awal hingga bagian ini adalah usahaku untuk mengungkapnya, untuk membuatnya jelas.
Meski aku juga tidak yakin, bagaimana jika setiap kalimatnya justru membingungkan?
Atau bahkan tak satu kata pun terbaca olehnya.
Tapi ini yang kumampu.
Ini yang kubisa.
Selanjutnya, terserah Allah saja.
Aku sudah siap dengan segala resikonya.

Terakhir, inti dari banyak bagian yang telah kutulis sebelumnya adalah...
Jika Hyun Geun (dalam "Jilbab Traveler: Love Sparks in Korea") menjadikan pertemuannya dengan Rania sebagai "The Unforgetable Baluran", maka Proposal ini kutulis berdasarkan segala rasaku, berawal dari pertemuan kami di sebuah pantai di bagian timur pulau Jawa bertahun-tahun yang lalu.
Aku membingkainya sebagai "The Unforgetable Papuma".

That's all.

Sabtu, 05 Maret 2016

Korek Si Herbalis: Benarkah Bristle Selalu Berasal Dari Bulu Babi ?

Lebih berhati-hati lagi dengan keterbukaan informasi yang tidak semuanya bisa dipertanggungjawabkan kebenarannya.



Korek Si Herbalis: Benarkah Bristle Selalu Berasal Dari Bulu Babi ?

Kamis, 08 Januari 2015

Perjalanan Hati

Tahukah, setiap ia yang datang dalam kehidupan, yang membuat hati merasa sedih dan senang dalam waktu bersamaan, yang membuat hati bergejolak tak karuan, ia selalu memunculkan pertanyaan-pertanyaan dan pengharapan.
"Ia kah orangnya?"
"Tepatkah ia?"
Aku selalu berharap bahwa jawabannya Ya.
Meski kenyataan seringkali tak sesuai harapan. Menyakitkan.

Jumat, 26 September 2014

Semasa Mahasiswa (Flash Back)



Oktober 2010 pkl. 04.30.
“Ayo, Tarbiyah! Tarbiyah! Tarbiyah.....!”.
“Ayo, cepet, dek!! Cepet! Cepet!”.
“Ah, lelet!”.
Kulihat jam di tangan. Padahal jadwal kegiatan yang mereka buat adalah pkl. 05.00 WIB. Kurasa kami belum telat untuk memasuki barisan itu. Tapi teriakan mereka memaksa kami mempercepat langkah kaki, bahkan berlari. Bukan lari pagi, lebih tepatnya lari dini hari :D
Bisa bayangkan bagaimana suasananya kala itu?
Bahkan di saat orang lain –mungkin- masih tertidur dengan pulasnya, tubuh kami sudah basah dengan keringat dan dengan nafas yang terengah-engah.
Ya. Itulah suasana ospek mahasiswa baru. Di kampus kami kegiatan itu dikenal dengan sebutan OSCAAR (OrientaSi Cinta Akademik dan AlmamateR).

Senin, 21 April 2014

SAHABAT



Sahabat..
Ia yang tak pernah pergi, yang tetap berada di sisi dan menemani.
Apapun keadaannya. Suka. Duka. Ia selalu ada.
Ia yang menguatkan saat rapuh, membangkitkan saat jatuh, dan tetap tinggal saat semuanya menjauh.
Dan hubungan yang terjalin di antara sahabat itu bernama Persahabatan.
Ia seperti sebuah benda bermuatan magnet yang dapat menarik, mendekatkan, dan membuat lekat logam-logam di sekitarnya. Apapun jenis logamnya.
Dan kitalah logam-logam itu. Yang tertarik, mendekat, dan akhirnya melekat.
Bagiku, setiap kisah persahabatan adalah istimewa.
Kisah persahabatan Anjeli, Rahul, dan Tina dalam Kuch Kuch Hota Hai.
Kisah persahabatan Spongebob dan Patrick di Bikini Bottom.
Kisah persahabatan Niki, Nata, dan Annalise dalam Refrain.
Juga kisah persahabatan kita. Ilma, Ibad, dan Uus.
Berasal dari latar belakang yang berbeda. Tak pernah menyangka akan bertemu, bahkan saling mengenal, dan akrab.
Agaknya sifat kelogaman yang kita milikilah yang membuat kita sama-sama tertarik dalam sebuah magnet persahabatan ini.
Semoga magnet itu, selalu kuat dan tak pernah hilang sifat kemagnetannya, sehingga kekuatan yang menarik kita pun tetap kuat dan tak akan pernah membuat kita terlepas.
Kisah ini membuatku semakin yakin, bahwa cinta adalah persahabatan.
Unconditionally love..


Jumat, 04 April 2014

Setiap Kisah adalah Istimewa



Kenapa?
Iri?
Iri dengan kisah mereka?
Kuharap kau selalu ingat dengan sebuah pesan tersirat itu. Walau tak khusus tertuju untukmu.
“Setiap orang punya kisahnya masing-masing, dan setiap kisah adalah istimewa.”
Pun dengan kisahmu.
Kisah cintamu.