Masalah-masalah
yang menyangkut pemerintah dan segala kebijakannya -yang entah menguntungkan
siapa- seolah telah menjadi santapan pokok bagi masyarakat Indonesia.
Masyarakat tak henti-hentinya disuguhi dengan berbagai kemelut
kebijakan-kebijakan para birokrat negeri yang pada akhirnya bukan malah memberi
keuntungan pada rakyat.
Dewasa
ini yang sedang hangat diperbincangkan adalah masalah kebijakan baru yang
dicetuskan oleh birokrat pendidikan kita, ialah Kurikulum 2013. Pro kontra
mewarnai munculnya wacana kebijakan baru ini. Setelah adanya uji publik tentang
Kurikulum 2013, masyarakat dapat memberikan penilaian. terhadap Kurikulum 2013.
Sebagian kecil masyarakat yang pro
berpendapat bahwa kurikulum ini memiliki beberapa kelebihan, di antaranya:
·
Kurikulum 2013 memadatkan pelajaran sehingga tidak membebani
siswa
·
Lebih fokus pada tantangan masa depan bangsa, dan
·
Tidak memberatkan guru dalam penyusunan kurikulum tingkat
satuan pendidikan.
Namun, kebanyakan dari elemen masyarakat
menolak dan menentang berubahnya KTSP menjadi
Kurikulum 2013. Banyak hal yang mendasari penolakan dan penentangan
berbagai elemen masyarakat. Masayarakat yang kontra menilai, Kurikulum 2013
memiliki banyak kekurangan. Kekurangan-kekurangan tersebut antara lain:
Kurikulum 2013 bertentangan dengan
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional karena
penekanan pengembangan kurikulum hanya didasarkan pada orientasi pragmatis.
Selain itu, kurikulum 2013 tidak didasarkan pada evaluasi dari pelaksanaan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006 sehingga dalam pelaksanaannya
bisa membingungkan guru dan pemangku pendidikan.
Kurikulum 2013 amat sentralistik, bertentangan dengan
semangat reformasi yang menghendaki desentralisasi, yaitu desentralisasi
pengelolaan pendidikan. Dalam kurikulum 2013, baik perencanaan maupun
penyusunan silabus serta penyusunan dan penerbitan buku pelajaran ditentukan
dan dilakukan oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Hal ini berdampak pada deprofesionalisasi guru dan mengabaikan
konteks sosial budaya dari komunitas lokal yang amat ditekankan oleh model KTSP
(2006).
Perubahan atau pergantian KTSP (2006) ke kurikulum 2013
tidak berdasarkan alasan yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan serta
landasan hukumnya tampak mengada-ada sebagai rasionalisasi perubahan kebijakan.
Jumlah mata pelajaran dalam kurikulum 2013 dikurangi dengan
maksud mengurangi beban belajar siswa, namun muatannya berlipat ganda karena
mengikuti alur pikiran kompetensi inti dan jumlah jam pelajaran per minggu
ditambah. Dampaknya adalah beban belajar siswa semakin berlipat ganda.
Pengintegrasian mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) dan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dalam mata pelajaran
Bahasa Indonesia untuk jenjang pendidikan dasar. Langkah ini dinilai tidak
tepat karena rumpun ilmu mata pelajaran-mata pelajaran itu berbeda.
Sejumlah komentar mengkhawatirkan
minimnya muatan pendidikan moral dalam kurikulum 2013. Sebagian lagi juga
mempertanyakan muatan lokal, seperti bahasa daerah, seni dan budaya serta
bimbingan dan konseling.
Pemerintah seolah melihat semua guru
dan siswa memiliki kapasitas yang sama dalam kurikulum 2013. Guru juga tidak
pernah dilibatkan langsung dalam proses pengembangan kurikulum 2013.
Sosialisasi atau uji publik kurikulum 2013 tidak fair, hanya
pada kalangan dan waktu terbatas, tidak disertai dokumen kurikulum yang
dirancang, hanya dalam bentuk file powerpoint dan tergesa-gesa.
Selain itu, rumusan kompetensi
inti tidak berdasarkan kajian mendalam dan hasil riset dan inovasi. Hubungan
antara kompetensi inti dan kompetensi dasar dalam mata pelajaran tidak koheren
sehingga berdampak meningkatnya kepadatan kompetensi dan materi pada tiap mata
pelajaran.
Dengan demikian, sebaiknya
pemerintah meninjau kembali kebijakan barunya tentang Kurikulum 2013. Kurikulum
ini dikhawatirkan hanya akan membawa dampak negatif jika diimplementasikan
dengan tergesa-gesa. Pemerintah perlu melakukan uji coba Kurikulum 2013
terlebih dahulu sebelum mengimplementasikannya, sebab jika dipaksakan dampaknya
akan dirasakan oleh peserta didik ke depan.
0 komentar:
Posting Komentar